Memasuki masa kuliah, merupakan waktu dimana saya membuka
episode yang benar-benar baru. Dengan segenap pengetahuan dan niat yang lurus
berupa ingin menjadi pribadi yang lebih baik, menjadi modal awal yang menuntun
saya berkecimpung dalam organisasi kemahasiswaan. Di sana emosi, inovasi,
kemandirian dan kedewasaan diri benar-benar diuji dan ditempa. Lingkar
pertemanan yang positif, melesatkan kemampuan diri baik secara akademis maupun
spiritual.
Diterima di sekolah favorit, dan kemudian masuk ke kelas
unggulan, nyatanya justru menjadi titik terendah saya. Tak banyak teman dekat
dan tulus yang bisa saya dapatkan di sana. Bisa jadi memang pada usia tersebut
(remaja awal) proses adaptasi sedang saya pelajari. Mendapat rangkin rendah
hanya satu dari berbagai hal yang kurang menyenangkan, sulit mendapat kelompok
karena tidak suka nge-gang, merupakan hal lain yang menyesakkan juga. Sangat
bersyukur bisa melalui masa-masa tersebut tanpa terjerumus pada pergaulan yang
salah.
2. Yang terlibat
di masing-masing peristiwa tersebut :
Berbagai pihak terlibat penuh pada masa perubahan diri
menjadi pribadi lebih baik. Ada orang tua yang selalu mendukung penuh dari sisi
emosional, finansial (meskipun dalam kondisi terbatas), dan spiritual (melalui
doa-doa terbaik mereka). Lingkar pertemanan, menjadi pengaruh terkuat atas
perubahan diri menjadi lebih baik.
Jauhnya diri dengan orang tua secara emosional menjadi salah
satu sebab peristiwa pada usia 13 tahun tersebut menjadi semakin terasa tidak
menyenangkan. Tidak ada tempat ngobrol dan saling emberi motivasi. Kebijakan
mengelompokkan siswa mengenai kelas unggul dan tidak unggul oleh sekolah, bisa
jadi berdampak baik bagi sekolah. Namun ternyata justru mennggalkan jejak suram
bagi saya. Di kelas terbaik, harapan guru menjadi tinggi dan selalu dituntut
mandiri sehingga justru saya mendapati titik terendah saya di sana.
3. Dampak emosi
yang dirasakan hingga sekarang
Perasaan khawatir tidak bisa diterima oleh lingkungan, dan
tidak bisa menyamakan langkah dengan rekan sesekali mengemuka dalam alam bawah
sadar. Namun pada saat yang sama, hal ini menjadi motivasi untuk terus
mengembangkan diri menjadi pribadi yang lebih baik.
4. Momen yang
terjadi di masa sekolah masih dapat dirasakan dan masih dampat mempengaruhi
diri di masa sekarang
5. Pelajaran
hidup yang diperoleh dari kegiatan trapesium usia dan roda emosi, terkait peran
sebagai guru terhadap peserta didik
Keluarga menjadi pusat pendidikan yang pertama dan utama
bagi anak. Keluarga yang lekat satu sama lain, saling memberi motivasi dan
menumbuhkembangkan kolaborasi akan memunculkan anak-anak yang utuh secara
emosi, dan kuat menahan bullying serta ketidaksempurnaan pergaulan.
Teman merupakan lingkaran kedua setelah eluarga yang akan
membentuk kepribadian seseorang, maka kemampuan untuk memilih lingkungan yang
positif menjadi penting bagi remaja yang masih dalam tahap belajar menyesuaikan
diri.
Guru, sekolah ataupun kampus menjadi lingkungan yang turut
ambil peran dalam membentuk karakter seseorang. Guru yang memahami psikologi
remaja dan pandai mengambil peran akan mengantarkan siswanya menjadi siswa yang
matang. Sekolah/ kampus yang baik akan membuat kebijakan maupun program yang
berpihak pada murid/ mahasiswanya, serta memberi ruang seluas-luasnya kepada
murid/mahasiswanya untuk tumbuh dan berkembang sesuai kodratnya, dengan bahagia
tanpa meninggalkan batasan norma.
6. Nilai-nilai
yang diyakini sebagai seorang guru, dengan menggunakan kata-kata:”guru”, “murid”,
“belajar”,”makna”,”peran”.
0 Comments